
Diskusi Publik: Catatan Kritis Terhadap Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET)
Pada hari Rabu, 5 April 2023 telah dilaksanakan secara daring “Diskusi Publik: Catatan Kritis Terhadap Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET)”. Acara ini diselenggarakan oleh mahasiswa Klinik Hukum Lingkungan tahun 2022 sebagai bentuk proyek akhir mata kuliah tersebut bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandung selaku mitra dalam mata kuliah ini.

Klinik Hukum Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran yang menggunakan metode real experience bersama mitra yaitu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat. Mata kuliah ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan secara langsung teori-teori yang telah diajarkan di kampus seperti analisa hukum, kemahiran hukum serta menambah skill dalam bidang hukum dengan menekankan pada tiga komponen utama yakni planning, experimental serta reflective.
Kegiatan diskusi publik ini diselenggarakan sebagai sarana diskusi dan publikasi dari Catatan Kritis Terhadap Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang disusun oleh mahasiswa Klinik Hukum Lingkungan 2022 sebagai Tugas Akhir dari mata kuliah ini.
Diskusi publik ini dibuka dengan pemaparan hasil kajian mengenai RUU EBET yang telah disusun oleh mahasiswa Klinik Hukum Lingkungan 2022. Pemaparan kajian tersebut meliputi penjelasan mengenai apa itu energi baru dan energi terbarukan, sumber-sumber energi baru dan energi terbarukan, serta kritik terhadap pengaturan mengenai energi baru dan energi terbarukan dalam RUU EBET tersebut. Dalam paparan ini para mahasiswa menekankan bahwa dalam membuat RUU EBET, pemerintah perlu untuk lebih fokus kepada tujuan awal penyusunan RUU ini yaitu mendukung terwujudnya transisi energi dari energi kotor menjadi energi bersih.

Selanjutnya catatan kritis yang dipaparkan oleh mahasiswa tersebut diperdalam lagi oleh para narasumber. Narasumber pertama yaitu Yulinda Adharani, S.H., M.H selaku Dosen Mata Kuliah Klinik Hukum Lingkungan. Beliau menjelaskan mengenai energi dan perubahan iklim, transisi energi terbarukan, energi dan SDGs, hukum nasional terkait energi, serta catatan kritis dan rekomendasi terhadap RUU EBET. Beliau juga memberikan beberapa catatan terhadap RUU ini yaitu perlu adanya lembaga/badan khusus yang mengelola mengenai energi terbarukan, lebih baik RUU EBET fokus kepada energi terbarukan saja dan pengaturan mengenai energi terbarukan agar bersifat spesifik dan terpisah, di samping menguatkan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, RUU EBET dinilai masih jauh dari yang diharapkan dalam transisi energi di Indonesia.

Dilanjutkan dengan pemaparan oleh Narasumber kedua yaitu Heri Pramono, S.H selaku Kepala Divisi Riset dan Kampanye LBH Bandung. Beliau menyampaikan mengenai dasar pemerintah merancang RUU EBET, mengenai sektor energi sebagai penyumbang signifikan terhadap krisis iklim terutama penggunaan energi fosil sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Beliau juga menjelaskan bahwa dalam RUU EBET ini terdapat potensi ketidakpastian hukum yaitu potensi tumpang tindih ketentuan perizinan, tumpang tindih ketentuan sanksi sebab bertentangan dengan keberadaan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, serta tumpang tindih pengaturan dalam penyedian energi.

Moderator menyampaikan kesimpulan dari hasil diskusi ini serta ditutup dengan harapan bahwa melalui diskusi publik ini dapat menjadi pemantik bagi para mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai energi baru dan energi terbarukan, dan mengawal proses pembentukan RUU EBET yang rencananya akan disahkan pada akhir tahun 2023.