WEBINAR APHKI DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
Tren Non-Fungible Token (NFT) sebagai Alat Komersialisasi Aset Digital di Bidang Seni dan Tantangannya Terhadap Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia
1 Desember 2021 – Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual (APHKI) dalam Rangka ulang tahun deklarasi ke – 10 APHKI, mengadakan Webinar yang bertajuk “Tren Non-Fungible Token (NFT) sebagai Alat Komersialisasi Aset Digital di Bidang Seni dan Tantangannya Terhadap Pelindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia.”
“Simetris dengan perkembangan teknologi digital seperti platform NFT (Non-Fungible Token), penyempurnaan Undang-Undang Hak Cipta Nasional tentu sangat diperlukan, penyempurnaan juga sebaiknya diiringi dengan KUH pada bidang Pidana Perdata”, Ucap Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Ketua Umum APHKI pada sambutan pembuka. Sambutan kemudian dilanjut oleh Dr. Idris, S.H,, M.A. selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Webinar ini dipandu oleh moderator Dr. Djamal, S.H.,M.Hum, beliau merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan. Dengan pembawaan yang luwes oleh moderator, wabinar ini berjalan dengan sangat baik. Prof. Dr. Yudi Darma, S.Si., M.Si. sebagai pembicara pertama, menyampaikan materi pengenalan mengenai Tren Non-Fungible Token (NFT). Beliau memaparkan bahwa “NFT sebagai pengenal unik elektronik yang menyatakan kepemilikan dari aset digital. Kepemilikan tersebut dapat berupa video, tweet, gambar, dll. Hal yang membuat NFT unik yaitu sertifikat tersebut terekam dalam blockchain atau digital ledger yang aman.”
Materi dilanjutkan dengan pembahasan seputar tren NFT sebagai alat komersialisasi aset digital di bidang seni dan tantangannya terhadap perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia oleh Teguh Kurniawan Harmanda, D.NIIT., S.Kom., M.Ec. Dev, Chief Operations Officer Tokocrypto. Beliau menyampaikan bahwa tren perkembangan NFT saat ini menjadi kabar baik, menciptakan peluang investasi yang menjanjikan bagi para seniman atau musisi di Indonesia. Fokus berkarya, yakin dengan kemampuan diri, bergabung dengan komunitas NFT hingga kemudian mempromosikan diri dan karya merupakan strategi yang dipaparkan oleh Teguh untuk memulai investasi di NFT.
Taufik Rahzen, yang merupakan budayawan dan kurator seni, melanjutkan pemaparan dengan pembahasan mengenai Galam Crypto art, yaitu sebuah token kriptoseni (NFT) pertama di Indonesia yang beragun aset. Salah satu program yang bertujuan untuk membangun kembali masyarakat terbayangkan (imagined community) secara gotong royong yaitu Tamanseni dan Balai Pustaka pada ibu kota baru.
Pemaparan terakhir mengenai relasi NFT dengan Hak Kekayaan Intelektual, disampaikan oleh Miranda Risang Ayu Palar, S.h., LL.M., Ph.D., Anggota APHKI sekaligus dosen dan Ketua Pusat Studi Regulasi dan Aplikasi Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Miranda mengusung istilah baru di bidang ini, bahwa NFT dapat menciptakan hak bagi pemiliknya secara elektronik-deklaratif.
Webinar ini dihadiri kurang lebih sebanyak 300 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan akademisi dari berbagai Universitas di Indonesia. Sebagai penutup, kegiatan webinar Tren Non-Fungible Token (NFT) sebagai Alat Komersialisasi Aset Digital di Bidang Seni dan Tantangannya Terhadap Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia diakhiri dengan sambutan penutup oleh Dr. Sinta Dewi Rosadi, S.H., LL.M. selaku Kepala Departemen Hukum TIK-KI Universitas Padjadjaran.

PERDAMAIAN, KEADILAN, DAN KELEMBAGAAN YANG KUAT
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran memiliki tekad untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan poin-poin tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Berita ini berkaitan erat dengan pelaksanaan poin pembangunan berkelanjutan Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat.